TETAP MULIA WALAU TERUS DIHINA
Abu Hafizh Al Bukhari
إِنَّا لَنَنصُرُ
رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ
الْأَشْهَادُ ﴿٥١﴾ يَوْمَ لَا يَنفَعُ الظَّالِمِينَ مَعْذِرَتُهُمْ وَلَهُمُ
اللَّعْنَةُ وَلَهُمْ سُوءُ الدَّارِ ﴿٥٢﴾
“Sesungguhnya Kami
menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia
dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat), (yaitu) hari yang tiada berguna
bagi orang-orang zalim permintaan maafnya dan bagi merekalah la`nat dan bagi
merekalah tempat tinggal yang buruk.” (QS. Ghafir : 51-52)
Di penghujung tahun
2012 lalu, masih segar dalam ingatan kita ulah Sam Bacile seorang
sutradara film dari negeri Paman Sam
membuat film The Innocence of Muslim yang isinya benar-benar
melecehkan Nabi Muhammad. Film yang diperkirakan menghabiskan US$ 5 juta (Rp.
47,9) akhirnya menuai protes dari berbagai negara. Begitulah para pembenci
Rasulullah akan senantiasa ada dari masa ke masa, silih berganti menghiasi
lembaran-lembaran sejarah peradaban Islam. Substansi yang dibawa sama yaitu
mencitrakan Rasulullah dalam sudut pandang yang negatif, tetapi dimainkan
dengan pemain-pemain yang berbeda. Diawal-awal kemunculan Islam ada tokoh-tokoh besar pembenci Nabi seperti
Abu Jahal, Abu Lahab, Umayyah bin khalaf dan lain-lain, sebagian tokoh
mereka ada yang membenci di awal-awalnya namun happy ending dengan
keislaman dan tidak sedikit pula yang mati tetap dalam kekafiran. Kemudian
beberapa dasawarsa sebelum abad kedua puluh
berakhir ada Salman Rushdi dengan novelnya The
Satanic. Akhir September 2005
majalah Jylland-Posten di Denmark memuat 12 karikatur buatan Kurt
Westergaard yang menggambarkan Nabi Muhammad sebagai teroris dan gila wanita.
Adalagi Geert Wilders dari Belanda dengan film Fitnah-nya. Dan masih
banyak lagi.
Demikianlah
kebencian yang diarahkan kepada Rasulullah. Sungguh keji perbuatan mereka, tapi
sebenarnya kebencian yang mereka tampilkan belumlah seberapa dibanding dengan
yang tersembunyi dalam hati mereka.
قَدْ بَدَتِ
الْبَغْضَاء مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ ﴿١١٨﴾
Telah nyata
kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih
besar lagi. (QS. Ali Imran : 118)
Lantas apa
sebenarnya makna dari “pertolongan Allah di dunia” dalam ayat di
atas? Mengapa pula Nabi
kita sampai terhina sedemikian rupa hingga saat ini? Lebih jauh, mengapa pula
pada zaman dahulu, para nabi tetap mendapat hinaan,
bahkan pengusiran, penyiksaan dan bahkan pembunuhan? Padahal Allah telah
berjanji menolong mereka?
Semua pertanyaan ini
wajar muncul bila persepsi “pertolongan Allah di dunia” senantiasa tergambar
dalam bentuk keajaiban-keajaiban. Semisal diutusnya malaikat untuk menolong
nabi yang sedang dalam bahaya,
menggigilnya musuh-musuh nabi seperti yang terjadi pada Abu Jahal yang melihat
‘monster’ unta ketika hendak mencelakakan nabi, atau matinya para pembenci nabi
secara tiba-tiba akibat penyakit aneh, disambar kilat atau lain sebagainya.
Namun, hal ini bisa lebih kita nalar jika dipersepsikan secara lebih mendalam.
Pertolongan dari Allah dan kemenangan bukanlah semata-mata pertolongan sekejap,
tapi kemenangan yang benar-benar telak.
Di dalam tafsirnya,
Imam Ibnu Katsir menjelaskan maksud surah Al Ghafir ayat 51 ada dua, pertama,
pemberitahuan secara umum bahwa sebagian besar Rasul mendapat pertolongan dari
Allah di dunia secara langsung. Tapi sebagian kecil memang ada yang tidak.
Kedua, pertolongan atas musuh diberikan baik yang bisa mereka saksikan atau
tidak atau bahkan baru diberikan setelah para rasul wafat. Pertolongan dan
kemenangan Nabi Muhammad misalnya, tidak serta merta didapat pada saat siksaan
sedang berat-beratnya di Makkah, tapi setelah beliau berada di Madinah barulah
pertolongan itu hadir.
Imam As Saadi
mengatakan, “Setiap kali ada
nabi yang diutus lantas dibunuh oleh kaumnya, atau ada orang-orang mukmin yang
dibunuh, pasti setelah masa itu berlalu, Allah akan mengutus orang-orang mukmin
yang menuntut balas atas darah mereka. (Tafsir Ibnu Katsier VII/151)
Jadi hendaklah
keyakinan tetap harus tertanam, manakala terjadi kasus penghinaan terhadap Nabi
pasti Allah akan menolong. Pertolongan Allah bisa bermacam rupanya, bisa jadi
dalam bentuk semakin terhinanya orang-orang kafir atau justru semakin bertambah
banyak orang-orang yang masuk Islam. Terhina karena tidak sedikit yang menilai
bahwa perbuatan menghina suatu agama adalah perbuatan menjijikan dan bodoh.
Penilaian-penilaian ini datang bukan hanya dari Islam saja, tapi dari berbagai
kalangan. Sehingga jika kaum muslimin tetap berpikir jernih dan tidak
terpancing membalas ejekan dengan ejekan, niscaya ini akan sangat menguntungkan
bagi kaum muslimin. Karena dukungan simpati pasti akan terus datang.
Bagi nabi sendiri,
tiadalah akan mengurangi kemuliaan beliau walau sebanyak apapun hinaan dan
ejekan ditujukan kepada beliau. Beliau akan tetap masuk surga, dicintai Allah,
aliran shalawat dan salam terus mengalir kepada beliau sehingga ragam hinaan di
dunia hari ini tidak sedikitpun akan
mempengaruhi kemuliaan beliau di sisi Allah.
Ada catatan penting
yang harus diambil hari ini, siapa sebenarnya pihak yang tercoreng mukanya saat
Islam atau nabi Muhammad dihina sedemikian rupa? Tidak lain jawabannya adalah
diri kita. Hinaan itu menunjukkan kelemahan ummat dan hilangnya wibawa ummat
Islam di mata orang-orang kafir. Tanpa rasa gentar, mereka mengolok-ngolok
junjungan kita, menghina teladan kita dan tertawa girang karena perbuatan
mereka dilindungi kekuatan kufur. Benarlah siratan Rasulullah dalam sebuah
haditsnya yang menggambarkan kondisi ummat beliau di akhir jaman bak makanan
yang terhidang di atas meja, dicabik-cabik orang-orang yang merubunginya
tanpa bisa sedikitpun mempertahankan diri. Laksana buih yang terombang-ambing
di lautan
disebabkan terkena penyakit cinta dunia dan takut mati (al Wahn).
Sebuah tantangan terpampang
di depan mata dari musuh-musuh Islam, yang semestinya menyadarkan kaum muslimin
agar segera bersatu menyambutnya. Musuh Islam sudah jelas, yaitu kebatilan dan
kekufuran yang dilindungi oleh penguasa zalim. Memfokuskan perjuangan untuk
menegakkan Islam, menyatukan langkah dalam dakwah dan jihad adalah keharusan
yang tidak bisa ditawar. Rangkaian kasus pelecehan akan terus terjadi bila
supremasi Islam tak dibangun. Apabila kita masih belum mampu bangkit,
kondisinya akan tetap sama dengan hari ini. Kita hanya bisa sakit hati,
memendam marah. Tidak ada aksi yang bisa mengobati luka hati kaum mukminin dan
menghilangkan marah di hati mereka.
Karena kemuliaan versi duniawi senantiasa diukur dari kekuatan fisik, kedudukan dan harta saja. Oleh sebab itulah kita dilarang untuk takjub terhadap apa yang ada pada orang-orang kafir atau munafiq. Karena pada hakikatnya itu hanyalah sebagai azab yang menghinakan bagi mereka. Sebagaimana firman Allah Swt : “Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak mereka akan mati, sedang mereka dalam keadaan kafir. (QS. At Taubah : 55). Tetapi kemuliaan yang hakiki di sisi Allah terletak pada keimanan seorang hamba kepadaNya. Bila tiada iman maka terhinalah kehidupan seseorang sebagaimana orang-orang munafik tertipu dengan menganggap kemuliaan terletak pada kekuatan dunia saja. Sebagaimana dijelaskan Allah Swt,
“Kekuatan itu hanyalah
bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mu'min, tetapi orang-orang
munafik itu tiada mengetahui.” (QS. Al Munafiqun : 8)
“Kabarkanlah kepada
orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (yaitu)
orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong
dengan meninggalkan orang-orang mu'min. Apakah mereka mencari kemuliaan di sisi
orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kemuliaan kepunyaan Allah. “ (QS. An
Nisa’: 138-139)
Allah telah mengeluarkan
orang-orang yang beriman dari kehinaan dengan diutusnya Muhammad, Rasulullah Saw. Kehadirannya membawa ajaran tauhid yang benar. Sehingga mampu menjadikan mata yang buta
menjadi terbuka, telinga yang tuli menjadi mendengar dan membuka hati yang
terkunci mati. Dengannya pula Allah menunjuki orang yang sesat, memuliakan
orang yang hina, menguatkan orang yang lemah, serta menyatukan orang dan
kelompok setelah bercerai-berai dan bermusuhan. Kemudian Rasulullah
mempraktikan Islam secara menyeluruh dengan istiqomah sampai akhir hayatnya.
Menanamkan nilai dan moral yang luhur seperti bersikap sopan, disiplin, tepat
waktu, hemat, tawadhu’, bertindak efektif-efisien, menunaikan amanah dan
belajar yang tidak pernah berhenti.
Jika kita telisik
kembali sejarah kenabian, dahulu bangsa Arab termasuk bangsa yang jauh dari
peradaban maju. Bahkan antar kabilah tak pernah akur dan saling bersaing. Tapi,
Rasulullah Saw telah berhasil mengubah wajah suram mereka menjadi wajah yang
diterangi dengan Islam. Dari bangsa yang terpinggirkan menjadi bangsa yang
disegani dan berkuasa selama
beraba-abad. Benarlah apa yang dikatakan Umar bin Khattab RA, “Kami adalah kaum
yang Allah Swt muliakan dengan Islam. Jika kami mencari kemuliaan dengan selain
Islam, Allah Swt akan menghinakan kami.” Rasulullah Saw bersabda :
الإِسْلاَمُ يَعْلُوْ وَلا يُعْلَى عَلَيْهِ
“Islam itu tinggi dan tidak ada yang menandinginya.” (HR. Baihaqi
dan Daruqutni, hasan menurut Syaikh Albani)
Sebagai diin yang mulia, Islam menerapkan syariat yang
menjaga posisi ummatnya lebih tinggi dari orang-orang kafir. Misalnya, Islam
melarang seorang pria non muslim menikahi muslimah. Dalam perjanjian antara
muslim dan
non muslim, pihak
musuh tidak boleh memberikan syarat yang merugikan orang Islam. Bahkan, orang
non muslim dilarang menyebarkan dakwahnya di negeri Islam dan lain-lain.
Inilah syariat Allah yang agung. Ajaran
Rasulullah Saw yang mulia. Sehingga kemenangan dan kemuliaan akan terealisasi bagi orang atau kaum yang mengamalkannya sebagai sunnatullah yang pasti terjadi. Allah Swt
berfirman : ”Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di
antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan
menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan
orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi
mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan
menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman
sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun
dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka
itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An
Nur : 55)
Kekuatan inti ummat Islam ada pada
konsistensi menjaga ajaran diennya. Bahkan kehidupan bahagia dan makmur akan
berubah menjadi kehidupan yang menghinakan manakala kita meninggalkan syariat
Allah disebabkan kebodohan atau kesombongan yang kita lakukan. Sebagaimana
firman Allah Swt. “Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah
negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah
ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk) nya mengingkari ni`mat-ni`mat
Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan
ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.” (QS. An Nahl : 112).
Dengan kata lain kufur kepada Allah Swt akan menjadi sebab utama kekalahan.
Sebagaimana pula hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar beliau mendengar
Rasulullah Saw bersabda :
إذَا تَبَايَعْتُمْ بِاْلعِيْنَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ اْلبَقَرِ وَرَضِيْتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ اْلجِهَادَ سَلَّطَ اللهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَايَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوْا إِلىَ دِيْنِكُمْ
“Jika kalian berjual beli dengan
akad ‘iynah (riba), mengambil ekor-ekor sapi, kalian mencintai pertanian dan
kalian meninggalkan jihad di jalan Allah, Allah akan timpakan kepada kalian
kehinaan yang tidak akan diangkat, sampai kalian kembali kepada agama kalian
(HR. Abu Daud, Thabrani dan Baihaqi)
Inilah masalah ummat Islam hari ini yang memang tidak
bisa dianggap sederhana, karena sangat komplek bak benang kusut yang susah
terurai. Barangkali inilah jawaban mengapa Islam mundur dan tertinggal dari
Barat? Dan pastinya, faktor utama kegagalan ummat Islam ada pada ummat Islam
itu sendiri. Oleh karenanya saatnya kembali kepada kemuliaan yang telah
dijanjikan Allah dan Rasulnya dengan kembali mengamalkan syariat Allah dan
mencontoh prilaku kehidupan Rasulullah dalam mengamalkan Islam. Karena Rasul
adalah contohan pasti,
serta cermin yang tak pernah retak sepanjang zaman. Semoga kita bisa. (Abu Hafizh Al Bukhori)
Karena kemuliaan versi duniawi senantiasa diukur dari kekuatan fisik, kedudukan dan harta saja. Oleh sebab itulah kita dilarang untuk takjub terhadap apa yang ada pada orang-orang kafir atau munafiq. Karena pada hakikatnya itu hanyalah sebagai azab yang menghinakan bagi mereka. Sebagaimana firman Allah Swt : “Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak mereka akan mati, sedang mereka dalam keadaan kafir. (QS. At Taubah : 55). Tetapi kemuliaan yang hakiki di sisi Allah terletak pada keimanan seorang hamba kepadaNya. Bila tiada iman maka terhinalah kehidupan seseorang sebagaimana orang-orang munafik tertipu dengan menganggap kemuliaan terletak pada kekuatan dunia saja. Sebagaimana dijelaskan Allah Swt,
“Kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mu'min, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui.” (QS. Al Munafiqun : 8)“Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mu'min. Apakah mereka mencari kemuliaan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kemuliaan kepunyaan Allah. “ (QS. An Nisa’: 138-139)Allah telah mengeluarkan orang-orang yang beriman dari kehinaan dengan diutusnya Muhammad, Rasulullah Saw. Kehadirannya membawa ajaran tauhid yang benar. Sehingga mampu menjadikan mata yang buta menjadi terbuka, telinga yang tuli menjadi mendengar dan membuka hati yang terkunci mati. Dengannya pula Allah menunjuki orang yang sesat, memuliakan orang yang hina, menguatkan orang yang lemah, serta menyatukan orang dan kelompok setelah bercerai-berai dan bermusuhan. Kemudian Rasulullah mempraktikan Islam secara menyeluruh dengan istiqomah sampai akhir hayatnya. Menanamkan nilai dan moral yang luhur seperti bersikap sopan, disiplin, tepat waktu, hemat, tawadhu’, bertindak efektif-efisien, menunaikan amanah dan belajar yang tidak pernah berhenti.Jika kita telisik kembali sejarah kenabian, dahulu bangsa Arab termasuk bangsa yang jauh dari peradaban maju. Bahkan antar kabilah tak pernah akur dan saling bersaing. Tapi, Rasulullah Saw telah berhasil mengubah wajah suram mereka menjadi wajah yang diterangi dengan Islam. Dari bangsa yang terpinggirkan menjadi bangsa yang disegani dan berkuasa selama beraba-abad. Benarlah apa yang dikatakan Umar bin Khattab RA, “Kami adalah kaum yang Allah Swt muliakan dengan Islam. Jika kami mencari kemuliaan dengan selain Islam, Allah Swt akan menghinakan kami.” Rasulullah Saw bersabda :الإِسْلاَمُ يَعْلُوْ وَلا يُعْلَى عَلَيْهِ“Islam itu tinggi dan tidak ada yang menandinginya.” (HR. Baihaqi dan Daruqutni, hasan menurut Syaikh Albani)Sebagai diin yang mulia, Islam menerapkan syariat yang menjaga posisi ummatnya lebih tinggi dari orang-orang kafir. Misalnya, Islam melarang seorang pria non muslim menikahi muslimah. Dalam perjanjian antara muslim dannon muslim, pihak musuh tidak boleh memberikan syarat yang merugikan orang Islam. Bahkan, orang non muslim dilarang menyebarkan dakwahnya di negeri Islam dan lain-lain.Inilah syariat Allah yang agung. Ajaran Rasulullah Saw yang mulia. Sehingga kemenangan dan kemuliaan akan terealisasi bagi orang atau kaum yang mengamalkannya sebagai sunnatullah yang pasti terjadi. Allah Swt berfirman : ”Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An Nur : 55)Kekuatan inti ummat Islam ada pada konsistensi menjaga ajaran diennya. Bahkan kehidupan bahagia dan makmur akan berubah menjadi kehidupan yang menghinakan manakala kita meninggalkan syariat Allah disebabkan kebodohan atau kesombongan yang kita lakukan. Sebagaimana firman Allah Swt. “Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk) nya mengingkari ni`mat-ni`mat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.” (QS. An Nahl : 112). Dengan kata lain kufur kepada Allah Swt akan menjadi sebab utama kekalahan. Sebagaimana pula hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar beliau mendengar Rasulullah Saw bersabda :إذَا تَبَايَعْتُمْ بِاْلعِيْنَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ اْلبَقَرِ وَرَضِيْتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ اْلجِهَادَ سَلَّطَ اللهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَايَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوْا إِلىَ دِيْنِكُمْ“Jika kalian berjual beli dengan akad ‘iynah (riba), mengambil ekor-ekor sapi, kalian mencintai pertanian dan kalian meninggalkan jihad di jalan Allah, Allah akan timpakan kepada kalian kehinaan yang tidak akan diangkat, sampai kalian kembali kepada agama kalian (HR. Abu Daud, Thabrani dan Baihaqi)Inilah masalah ummat Islam hari ini yang memang tidak bisa dianggap sederhana, karena sangat komplek bak benang kusut yang susah terurai. Barangkali inilah jawaban mengapa Islam mundur dan tertinggal dari Barat? Dan pastinya, faktor utama kegagalan ummat Islam ada pada ummat Islam itu sendiri. Oleh karenanya saatnya kembali kepada kemuliaan yang telah dijanjikan Allah dan Rasulnya dengan kembali mengamalkan syariat Allah dan mencontoh prilaku kehidupan Rasulullah dalam mengamalkan Islam. Karena Rasul adalah contohan pasti, serta cermin yang tak pernah retak sepanjang zaman. Semoga kita bisa. (Abu Hafizh Al Bukhori)
Karena kemuliaan versi duniawi senantiasa diukur dari kekuatan fisik, kedudukan dan harta saja. Oleh sebab itulah kita dilarang untuk takjub terhadap apa yang ada pada orang-orang kafir atau munafiq. Karena pada hakikatnya itu hanyalah sebagai azab yang menghinakan bagi mereka. Sebagaimana firman Allah Swt : “Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak mereka akan mati, sedang mereka dalam keadaan kafir. (QS. At Taubah : 55). Tetapi kemuliaan yang hakiki di sisi Allah terletak pada keimanan seorang hamba kepadaNya. Bila tiada iman maka terhinalah kehidupan seseorang sebagaimana orang-orang munafik tertipu dengan menganggap kemuliaan terletak pada kekuatan dunia saja. Sebagaimana dijelaskan Allah Swt,
“Kekuatan itu hanyalah
bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mu'min, tetapi orang-orang
munafik itu tiada mengetahui.” (QS. Al Munafiqun : 8)
“Kabarkanlah kepada
orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (yaitu)
orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong
dengan meninggalkan orang-orang mu'min. Apakah mereka mencari kemuliaan di sisi
orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kemuliaan kepunyaan Allah. “ (QS. An
Nisa’: 138-139)
Allah telah mengeluarkan
orang-orang yang beriman dari kehinaan dengan diutusnya Muhammad, Rasulullah Saw. Kehadirannya membawa ajaran tauhid yang benar. Sehingga mampu menjadikan mata yang buta
menjadi terbuka, telinga yang tuli menjadi mendengar dan membuka hati yang
terkunci mati. Dengannya pula Allah menunjuki orang yang sesat, memuliakan
orang yang hina, menguatkan orang yang lemah, serta menyatukan orang dan
kelompok setelah bercerai-berai dan bermusuhan. Kemudian Rasulullah
mempraktikan Islam secara menyeluruh dengan istiqomah sampai akhir hayatnya.
Menanamkan nilai dan moral yang luhur seperti bersikap sopan, disiplin, tepat
waktu, hemat, tawadhu’, bertindak efektif-efisien, menunaikan amanah dan
belajar yang tidak pernah berhenti.
Jika kita telisik
kembali sejarah kenabian, dahulu bangsa Arab termasuk bangsa yang jauh dari
peradaban maju. Bahkan antar kabilah tak pernah akur dan saling bersaing. Tapi,
Rasulullah Saw telah berhasil mengubah wajah suram mereka menjadi wajah yang
diterangi dengan Islam. Dari bangsa yang terpinggirkan menjadi bangsa yang
disegani dan berkuasa selama
beraba-abad. Benarlah apa yang dikatakan Umar bin Khattab RA, “Kami adalah kaum
yang Allah Swt muliakan dengan Islam. Jika kami mencari kemuliaan dengan selain
Islam, Allah Swt akan menghinakan kami.” Rasulullah Saw bersabda :
الإِسْلاَمُ يَعْلُوْ وَلا يُعْلَى عَلَيْهِ
“Islam itu tinggi dan tidak ada yang menandinginya.” (HR. Baihaqi
dan Daruqutni, hasan menurut Syaikh Albani)
Sebagai diin yang mulia, Islam menerapkan syariat yang
menjaga posisi ummatnya lebih tinggi dari orang-orang kafir. Misalnya, Islam
melarang seorang pria non muslim menikahi muslimah. Dalam perjanjian antara
muslim dan
non muslim, pihak
musuh tidak boleh memberikan syarat yang merugikan orang Islam. Bahkan, orang
non muslim dilarang menyebarkan dakwahnya di negeri Islam dan lain-lain.
Inilah syariat Allah yang agung. Ajaran
Rasulullah Saw yang mulia. Sehingga kemenangan dan kemuliaan akan terealisasi bagi orang atau kaum yang mengamalkannya sebagai sunnatullah yang pasti terjadi. Allah Swt
berfirman : ”Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di
antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan
menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan
orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi
mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan
menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman
sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun
dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka
itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An
Nur : 55)
Kekuatan inti ummat Islam ada pada
konsistensi menjaga ajaran diennya. Bahkan kehidupan bahagia dan makmur akan
berubah menjadi kehidupan yang menghinakan manakala kita meninggalkan syariat
Allah disebabkan kebodohan atau kesombongan yang kita lakukan. Sebagaimana
firman Allah Swt. “Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah
negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah
ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk) nya mengingkari ni`mat-ni`mat
Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan
ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.” (QS. An Nahl : 112).
Dengan kata lain kufur kepada Allah Swt akan menjadi sebab utama kekalahan.
Sebagaimana pula hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar beliau mendengar
Rasulullah Saw bersabda :
إذَا تَبَايَعْتُمْ بِاْلعِيْنَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ اْلبَقَرِ وَرَضِيْتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ اْلجِهَادَ سَلَّطَ اللهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَايَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوْا إِلىَ دِيْنِكُمْ
“Jika kalian berjual beli dengan
akad ‘iynah (riba), mengambil ekor-ekor sapi, kalian mencintai pertanian dan
kalian meninggalkan jihad di jalan Allah, Allah akan timpakan kepada kalian
kehinaan yang tidak akan diangkat, sampai kalian kembali kepada agama kalian
(HR. Abu Daud, Thabrani dan Baihaqi)
Inilah masalah ummat Islam hari ini yang memang tidak
bisa dianggap sederhana, karena sangat komplek bak benang kusut yang susah
terurai. Barangkali inilah jawaban mengapa Islam mundur dan tertinggal dari
Barat? Dan pastinya, faktor utama kegagalan ummat Islam ada pada ummat Islam
itu sendiri. Oleh karenanya saatnya kembali kepada kemuliaan yang telah
dijanjikan Allah dan Rasulnya dengan kembali mengamalkan syariat Allah dan
mencontoh prilaku kehidupan Rasulullah dalam mengamalkan Islam. Karena Rasul
adalah contohan pasti,
serta cermin yang tak pernah retak sepanjang zaman. Semoga kita bisa. (Abu Hafizh Al Bukhori)
HIDUP MULIA SEPANJANG MASA
Abu Hafizh Al Bukhari
|
Tinggi dan mulia, begitulah kira-kira
Al-Qur’an melukiskan Islam ini.
Kedudukan Islam jauh di atas
syariat-syariat lain dan bahkan mengungguli berbagai keyakinan apapun yang ada
di dunia ini. Meskipun ummatnya sedang terpuruk, atau dikalahkan oleh musuhnya
tak berarti bahwa Islam menjadi rendah.
Allah Swt berfirman yang artinya, “Janganlah
kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah
orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang
beriman.” (QS. Ali Imran : 139)
Ayat ini turun setelah
perang Uhud. Pada waktu itu, kaum muslimin diselimuti duka setelah mengalami
kekalahan perang. Secara psikologis mereka terpukul dengan syahidnya 70 orang
sahabat. Yang lebih menyakitkan lagi, hal itu terjadi karena sekelompok pasukan melanggar perintah Nabi
Saw. Tidak hanya seluruh pasukan yang berduka, melainkan kota Madinah pun
juga menjadi kelabu. Lalu Allah menghibur seluruh kaum muslimin dengan
menurunkan ayat ini sebagai motivasi dan pengangkat ruhiyah kaum muslimin.
Sehingga apapun yang terjadi kaum muslimin tetap berada di atas kemuliaan.Konsep
mulia di dalam Islam tidaklah
dipandang dari sudut keduniawian belaka.
“Kekuatan itu hanyalah
bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mu'min, tetapi orang-orang
munafik itu tiada mengetahui.” (QS. Al Munafiqun : 8)
“Kabarkanlah kepada
orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (yaitu)
orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong
dengan meninggalkan orang-orang mu'min. Apakah mereka mencari kemuliaan di sisi
orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kemuliaan kepunyaan Allah. “ (QS. An
Nisa’: 138-139)
Allah telah mengeluarkan
orang-orang yang beriman dari kehinaan dengan diutusnya Muhammad, Rasulullah Saw. Kehadirannya membawa ajaran tauhid yang benar. Sehingga mampu menjadikan mata yang buta
menjadi terbuka, telinga yang tuli menjadi mendengar dan membuka hati yang
terkunci mati. Dengannya pula Allah menunjuki orang yang sesat, memuliakan
orang yang hina, menguatkan orang yang lemah, serta menyatukan orang dan
kelompok setelah bercerai-berai dan bermusuhan. Kemudian Rasulullah
mempraktikan Islam secara menyeluruh dengan istiqomah sampai akhir hayatnya.
Menanamkan nilai dan moral yang luhur seperti bersikap sopan, disiplin, tepat
waktu, hemat, tawadhu’, bertindak efektif-efisien, menunaikan amanah dan
belajar yang tidak pernah berhenti.
Jika kita telisik
kembali sejarah kenabian, dahulu bangsa Arab termasuk bangsa yang jauh dari
peradaban maju. Bahkan antar kabilah tak pernah akur dan saling bersaing. Tapi,
Rasulullah Saw telah berhasil mengubah wajah suram mereka menjadi wajah yang
diterangi dengan Islam. Dari bangsa yang terpinggirkan menjadi bangsa yang
disegani dan berkuasa selama
beraba-abad. Benarlah apa yang dikatakan Umar bin Khattab RA, “Kami adalah kaum
yang Allah Swt muliakan dengan Islam. Jika kami mencari kemuliaan dengan selain
Islam, Allah Swt akan menghinakan kami.” Rasulullah Saw bersabda :
الإِسْلاَمُ يَعْلُوْ وَلا يُعْلَى عَلَيْهِ
“Islam itu tinggi dan tidak ada yang menandinginya.” (HR. Baihaqi
dan Daruqutni, hasan menurut Syaikh Albani)
Sebagai diin yang mulia, Islam menerapkan syariat yang
menjaga posisi ummatnya lebih tinggi dari orang-orang kafir. Misalnya, Islam
melarang seorang pria non muslim menikahi muslimah. Dalam perjanjian antara
muslim dan
non muslim, pihak
musuh tidak boleh memberikan syarat yang merugikan orang Islam. Bahkan, orang
non muslim dilarang menyebarkan dakwahnya di negeri Islam dan lain-lain.
Inilah syariat Allah yang agung. Ajaran
Rasulullah Saw yang mulia. Sehingga kemenangan dan kemuliaan akan terealisasi bagi orang atau kaum yang mengamalkannya sebagai sunnatullah yang pasti terjadi. Allah Swt
berfirman : ”Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di
antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan
menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan
orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi
mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan
menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman
sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun
dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka
itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An
Nur : 55)
Kekuatan inti ummat Islam ada pada
konsistensi menjaga ajaran diennya. Bahkan kehidupan bahagia dan makmur akan
berubah menjadi kehidupan yang menghinakan manakala kita meninggalkan syariat
Allah disebabkan kebodohan atau kesombongan yang kita lakukan. Sebagaimana
firman Allah Swt. “Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah
negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah
ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk) nya mengingkari ni`mat-ni`mat
Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan
ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.” (QS. An Nahl : 112).
Dengan kata lain kufur kepada Allah Swt akan menjadi sebab utama kekalahan.
Sebagaimana pula hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar beliau mendengar
Rasulullah Saw bersabda :
إذَا تَبَايَعْتُمْ بِاْلعِيْنَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ اْلبَقَرِ وَرَضِيْتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ اْلجِهَادَ سَلَّطَ اللهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَايَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوْا إِلىَ دِيْنِكُمْ
“Jika kalian berjual beli dengan
akad ‘iynah (riba), mengambil ekor-ekor sapi, kalian mencintai pertanian dan
kalian meninggalkan jihad di jalan Allah, Allah akan timpakan kepada kalian
kehinaan yang tidak akan diangkat, sampai kalian kembali kepada agama kalian
(HR. Abu Daud, Thabrani dan Baihaqi)
Inilah masalah ummat Islam hari ini yang memang tidak
bisa dianggap sederhana, karena sangat komplek bak benang kusut yang susah
terurai. Barangkali inilah jawaban mengapa Islam mundur dan tertinggal dari
Barat? Dan pastinya, faktor utama kegagalan ummat Islam ada pada ummat Islam
itu sendiri. Oleh karenanya saatnya kembali kepada kemuliaan yang telah
dijanjikan Allah dan Rasulnya dengan kembali mengamalkan syariat Allah dan
mencontoh prilaku kehidupan Rasulullah dalam mengamalkan Islam. Karena Rasul
adalah contohan pasti,
serta cermin yang tak pernah retak sepanjang zaman. Semoga kita bisa. (Abu Hafizh Al Bukhori)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar